Rabu, 11 Mei 2011

plastic molding

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang


Dewasa ini, pemakaian plastik sebagai bahan komponen kendaraan bermotor, peralatan listrik, peralatan rumah tangga, dll. semakin meningkat. Peningkatan ini tentu saja karena plastik mempunyai karakteristik dan kelebihan-kelebihan, misalnya : lentur, mempunyai daya serap yang tinggi terhadap beban kejut (impact load) dan getaran (vibration), tahan karat, mudah dibentuk, murah, dll.
Plastik ialah salah satu bahan baku yang diperoleh melalui proses sintesis dari berbagai bahan mentah, yaitu : minyak bumi, gas bumi dan batu bara. Plastik juga dapat dinamakan bahan organik karena terdiri dari persenyawaan-persenyawaan karbon, kecuali plastik silikon yang mengandung silicium sebagai pengganti karbon (silicium secara kimiawi mirip dengan karbon). Plastik juga disebut sebagai bahan berstruktur makro molekuler karena bahan tersebut terdiri dari molekul-molekul yang besar(makro).
Plastic molding adalah Proses pembentukan suatu benda atau produk dari material plastik dengan bentuk dan ukuran tertentu yang mendapat perlakuan panas dan pemberian tekanan dengan menggunakan alat bantu berupa cetakan atau Mold.












BAB II
DASAR TEORI

             
2.1  Sejarah Plastic injection molding

Pada sekitar tahun 1800 an teknologi plastik mulai di kembangkan, pada tahun 1968 John Wesley Hyatt membuat ball bilyard dengan meninjeksikan celluloid ke dalam mold, pada tahun 1872 – John dan Isaiah Hyatt mematenkan mesin injection molding untuk pertama kalinya, selanjutnya perkumpulan industry plastik di bentuk pada tahun 1937, yang di lanjutkan pembentukan perkumpulan plastik engineer pada tahun 1941

Plastik adalah  semua bahan sintetik organik yang berubah menjadi plastis setelah dipanaskan dan mampu dibentuk dibawah pengaruh tekanan.

Saat ini, penggunaan material plastik sebagai kemasan banyak dijumpai. Hal ini dikarenakan beberapa keuntungan seperti ringan, praktis, dapat diberi warna, dan murah jika diproduksi dalam jumlah banyak. Sebagai fungsi kemasan, plastik memiliki daya tarik tersendiri pada produk yang dikemas. Kondisi ini dikarenakan orang dapat langsung melihat isinya, dapat membantu menjaga keutuhan bentuk dari isinya dan tentunya biaya yang murah. Beberapa contoh kemasan plastik yaitu kemasan berbentuk tray dan blister. Blister banyak digunakan untuk obat dan beberapa jenis permen. Untuk tray lebih banyak digunakan untuk makanan kering. Untuk pembuatannya digunakan metode thermoforming dengan sistem vacum forming. Material yang digunakan berbentuk plastik lembaran.
Pada proses ini lembaran dipanaskan kemudian dibentuk sesuai dengan cetakannya dengan bantuan tekanan.. Proses pembentukannya dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti: temperatur ,pemanasan, lama waktu penahanan (holding time) dan tekanan.
Dilihat dari sifatnya, plastik dibagi menjadi termoplastik dan termoset. Termoplastik mempunyai sifat jika dipanaskan akan menjadi plastis dan jika terus dipanaskan sampai suhu lebih dari 200º C bisa mencair. Bila temperature kemudian diturunkan (didinginkan) material plastik akan mengeras dan dapat dibentuk kembali. Sedangkan termoset setelah diproses menjadi produk tidak dapat kembali seperti bentuk semula.

2.2  Proses pengerjaan Plastic
Proses pengerjaan bahan plastik banyak ragamnya, tetapi pengerjaan tersebut belum tentu bisa masuk pada jenis plastik yaitu thermosetting atau thermoplastik. Jadi pada prinsipnya ada pengerjaan hanya untuk thermosetting, pengerjaan hanya untuk jenis thermoplastik dan adapula yang bisa digunakan oleh keduanya.
Metode-metode yang digunakan untuk mengkonversi bahan plastik dalam bentuk pellet, butiran, serbuk, lembaran, cairan, atau dibentuk preforms ke bentuk atau bagian. Bahan plastik mungkin mengandung berbagai zat aditif yang mempengaruhi sifat serta processability dari plastik.
Setelah membentuk, bagian tadi dapat dilanjutkan untuk berbagai operasi tambahan seperti pengelasan, perekat ikatan, permesinan, dan permukaan dekorasi (lukisan, Metallizing).

Beberapa proses pengerjaan untuk bahan plastik adalah sebagai berikut :

Proses pengerjaan untuk Thermoplastik :
·                    Pengerjaan Permesinan
·                    Pengelasan
·                    Pengeleman
·                    Pengerolan/Calendering
·                    Ekstrusi
·                    Injeksi
·                    Cetak tiup/Blowing
·                    Thermoforming/vacum forming
·                    Pengerjaan bahan plastik dengan penguat serat.
·                    Rotate casting
·                    Expanding foming
·                    Spinning
·                    Blow film


Proses pengerjaan untuk Thermosetting :

·              Hand lay up
·              RIM (Reaction Injection Moulding)
·              Compression molding
·              Transfer moulding
·              Spraying
·              Casting
2.3       Pengertian Plastic Molding (Mold Plastik)

Secara umum pengertian Plastic molding adalah Proses pembentukan suatu benda atau produk dari material plastik dengan bentuk dan ukuran tertentu yang mendapat perlakuan panas dan pemberian tekanan dengan menggunakan alat bantu berupa cetakan atau Mold.
Mold plastik pada prisipnya adalah suatu alat (tool) yang digunakan untuk membuat komponen-komponen dari material plastik dengan sarana mesin cetak plastik.

2.4       Metode Dasar Plastic Molding

Untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan sifat-sifat fisik yang diinginkan bentuk desain produk, luas penampang, ketebalan, insert yang panjang, tuntutan ukuran(toleransi) yang harus dipenuhi dan pemilihan material merupakan faktor yang berpengaruh.
Berdasarkan Material Plastik yang digunakannya Plastic Molding dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu:
1. Blowing molding.
2. Compression molding.
3. Extrusion molding
4. Transfer molding.
5. Injection molding.
2.5       Metode Blow molding

Blow molding merupakan suatu metode mencetak benda kerja berongga dengan cara meniupkan atau menghembuskan udara kedalam material/bahan yang menggunakan cetakan yang terdiri dari dua belahan mold yang tidak menggunakan inti (core) sebagai pembentuk rongga tersebut.
Material plastik akan keluar secara perlahan secara perlahan akan turun dari sebuah Extruder Head kemudian setelah cukup panjang kedua belahan akan mold akan di jepit dan menyatu sedangkan begiah bawahnya akan dimasuki sebuah alat peniup (blow Pin) yang menghembuskan udara ke dalam pipa plastik yang masih lunak, sehingga plastik tersebut akan mengembang dan membentuk seperti bentuk rongga mould-nya.
Material yang sudah terbentuk akan mengeras dan bisa dikeluarkan dari mold hal ini karena Mold dilengkapi dengan saluran pendingin didalam kedua belahan mold. Untuk memperlancar proses peniupan proses ini dilengkapi dengan pisau pemotong pipa plastik yang baru keluar dari extruder head. Contoh hasil produksi yang dapat dikerjakan dengan metode ini adalah bentuk Gelas dan botol. Proses tersebut seperti gambar dibawah ini:

1. Proses Pengisian butiran Plastik dari Hopper kedalam Heater. Oleh motor Srew berputar sambil menarik butiran plastik mengisi ruang Heater.
2. Proses pemanasan butiran plastik kedalam heater. Setelah butiran plastik meleleh dan membentuk seperti pasta maka plastik diinjeksikan kedalam mold
3. Proses peniupan udara. Saat plastik menempel pada dinding mold seperti pada tahap ke II maka udara dengan tekanan tertentu ditiupkan kedalam mold.

4. Proses pengeluaran produk. Produk dikeluarkan setelah produk dingin. dengan cara salah satu cavity plate membuka.
 

2.6       Metode Compression molding (Thermoforming)

Compression molding (Thermoforming) merupakan metode mold plastik dimana material plastik (compound plastic) diletakan kedalam mold yang dipanaskan kemudian setelah material tersebut menjadi lunak dan bersifat plastis, maka bagian atas dari die atau mould akan bergerak turun menekan material menjadi bentuk yang diinginkan. Apabila panas dan tekanan yang ada diteruskan, maka akan menghasilkan reaksi kimia yang bisa mengeraskan material thermoseting tersebut.
Material Thermosetting diletakan kedalam mold yang bersuhu antara 300 derajat Franheit hingga 359 derajat Franheit dan tekanan mold berkisar antara 155 bar hingga 600bar.
Proses compression molding dapat dibedakan atas empat macam yaitu :

1. Flash type Mold - jenis ini bentuknya sederhana, murah, saat mold menutup maka material sisa yang kemudian meluap akan membentuk lapisan parting line/plain (land B), dan karena tipisnya akan segera mengeras/beku sehingga menghindari meluapnya material lebih banyak. Jadi biasanya mold akan di isi material sepenuhnya sampai luapan yang terjadi sebanyak yang diijinkan.

2. Positive mould - jenis ini terdiri dari dari suatu rongga (cavity) yang dalam dengan sebuah plunger yang mengkompresikan/memadatkan material kompoud pada bagian bawah mold pemberian material disesuaikan dengan kapasitasnya baik dengan cara menimbang sehingga menghasilkan produk yang baik dan seragam.

3. Landed Positive Mold - mirip dengan tipe diatas ,akan tetapi tinggi bidang batas dibatasi.bagian “land” bekerja menahan tekanan (bukan bagian Produknya). Karena ketebalan material terkontrol dengan baik, maka kepadatan benda kerja tergantung dari posisi pengisian yang diberikan.

Kamis, 06 Januari 2011

laporan heattreatment pak zakinura


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latarbelakang
         Pengujian kekerasan suatu bahan sangatlah penting adanya,ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa kuat bahan tersebut menopang suatu beban tertentu. Maka dari itu dilakukanlah suatu pengujian terhadap bahan tersebut,seberapa keras bahan dapat digunakan dalam suatu konstruksi .Untuk mengetahui seberapa kuat bahan tersebut tahan terhadap pukulan maupun gaya gesekan.
1.2  Tujuan percobaan
1.      Mahasiswa dapat mengetahui seberapa keras bahan yang diujikan.
2.      Mengetahui seberapa kuat bahan tersebut menahan beban.
3.      Mengetahui kekerasan logam ( bahan ) sebagai ukuran ketahanan logam tersebut terhadap deformasi plastis. Kekerasan ini dinyatakan dengan angka kekerasan brinnel, Vickers atau skala Rockwell.
1.3  Batasan Masalah
Ruang lingkup dari pengujian kekerasan ini yaitu hanya mengetahui prosedur pegujian serta nilai kekerasan suatu logam. Adapun batasan masalahnya adalah material uji yaitu baja ST45, ST60, ST80, Amutit. Kemudian baja yang belum/sudah mengalami proses treatment diuji dengan uji kekerasan rockwell dengan indentor intan dan indentor bola.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini dibagi menjadi enam bab. Dimana BAB I menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, sistematika penulisan. BAB II menjelaskan mengenai tinjauan pustaka yang berisi mengenai teori singkat dari percobaan yang dilakukan. BAB III menjelaskan mengenai metode penelitian. BAB IV menjelaskan mengenai data percobaan. BAB V menjelaskan mengenai pembahasan dan BAB VI menjelaskan mengenai kesimpulan dari percobaan.

BAB II
DASAR TEORI
Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong.Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji.
Setiap material yang akan digunakan, maka sebelumnya perlu dilakukan pengujian/pengetesan material/logam, meliputi antara lain:
-          Uji tarik material,
-          Uji kekerasan material,
-          Uji metalografi, dan lain-lain.

Setiap material sebelum digunakan perlu dilakukan pengujian material/logam seperti di atas, dengan maksud dan tujuan yang pada umumnya adalah untuk mengetahui sifat-sifat utama dari material/logam tersebut, baik dari segi kekuatannya, ketahanan maupun sifat-sifat yang lain terhadap suatu beban yang akan diberikan
Dari uraian singkat di atas maka kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan ataupun ndentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji.  Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan:


  1. Metode gores
Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan material lanjut, tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan.  Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh:
Talc, Orthoclase Gipsum, Quartz, Calcite, Topaz, Fluorite, Corundum, Apatite, Diamond (intan)
Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase (no. 6) tetapi tidak mampu digores oleh Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada antara 5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidak akuratan nilai kekerasan suatu material.  Bila kekerasan mineral-mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10 memiliki rentang yang besar.

2.  Metode elastik/pantul (rebound)
Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.

3. Metode Indentasi
Tipe pengetesan kekerasan material/logam ini adalah dengan mengukur tahanan plastis dari permukaan suatu material komponen konstruksi mesin dengan speciment standar terhadap “penetrator”. Adapun beberapa bentuk penetrator atau cara pegetesan ketahanan permukaan yang dikenal adalah :
a.   Ball indentation test [ Brinel]
b.   Pyramida indentation [Vickers]
c.   Cone indentation test [Rockwell]
d.   Uji kekerasan Mikro
Berikut penjelasannya :
a. Metode Brinell
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinnel sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinnel (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Jika diameter Identor 10 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 3000 N sedang jika diameter Identornya 5 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 750 N.
Diameter bola dengan gaya yang di berikan mempunyai ketentuan, yaitu:
  • Jika diameter bola terlalu besar dan gaya yang di berikan terlalu kecil maka akan mengakibat kan bekas lekukan yang terjadi akan terlalu kecil dan mengakibat kan sukar diukur sehingga memberikan informasi yang salah.
  • Jika diameter bola terlalu kecil dan gaya yang di berikan terlalu besar makan dapat mengakibat kan diameter bola pada benda yang di uji besar (amblas nya bola)sehingga mengakibat kan harga kekerasan nya menjadi salah.
Pengujian kekerasan pada brinneel ini biasa disebut BHN(brinnel hardness number). Pada pengujian brinnel akan dipengaruhi oleh beberapa factor berikut:
1. Kehalusan permukaan.
2. Letak benda uji pada identor.
3. Adanya pengotor pada permukaan.


Dalam Praktiknya, pengujian Brinnel biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HB 5 / 750 / 15 hal ini berarti bahwa kekerasan Brinell hasil pengujian dengan bola baja (Identor) berdiameter 5 mm, beban Uji adalah sebesar 750 N per 0,102 dan lama pengujian 15 detik. Mengenai lama pengujian itu tergantung pada material yang akan diuji. Untuk semua jenis baja lama pengujian adalah 15 detik sedang untuk material bukan besi lama pengujian adalah 30 detik.
b. Metode Vickers
Vickers adalah hampir sama dengan uji kekerasan Brinell hanya saja dapat mengukur sekitar 400 VHN. Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136.Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.
Secara matematis dan setelah disederhanakan, HV sama dengan 1,854 dikalikan beban uji (F) dibagi dengan diagonal intan yang dikuadratkan. Beban uji (F) yang biasa dipakai adalah 5 N per 0,102; 10 N per 0,102; 30 N per 0,102N dan 50 per 0,102 N. Dalam Praktiknya, pengujian Vickers biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HV 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 15 detik. Contoh lain misalnya HV 30 / 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 30 detik.

c. Rockwell
Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan karena simple dan tidak menghendaki keahlian khusus. Digunakan kombinasi variasi indenter dan beban untuk bahan metal dan campuran mulai dari bahan lunak sampai keras.
Indenter :
- bola baja keras berukuran  1/16  , 1/8 , 1/4 , 1/2 inci (1,588; 3,175; 6,350; 12,70 mm)
- intan kerucut
Hardness number (nomor kekerasan) ditentukan oleh perbedaan kedalaman penetrsi indenter, dengan cara memberi beban minor diikuti beban major yang lebih besar.
Berdasarkan besar beban minor dan major, uji kekerasan rockwell dibedakan atas 2 :
  • rockwell
  • rockwell superficial untuk bahan tipis
Uji kekerasan rockwell :
- beban minor : 10 kg
- beban major : 60, 100, 150 kg

Uji kekerasan rockwell superficial :
-  beban minor    :   3 kg
-   beban major   :   15, 30, 45 [kg]
Skala kekerasan  :
SIMBOL
INDENTER
BEBAN MAJOR (KG)
A
Intan
60
B
Bola 1/16 inch
100
C
Intan
150
D
Intan
100
E
Bola 1/8 inch
100
F
Bola 1/16 inch
60
G
Bola 1/16 inch
150
H
Bola 1/8inch
60
K
Bola 1/8 inch
150
Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah :
a. HRa(Untuk material yang sangat keras)
b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter 1/16 Inchi dan   
beban uji 100 Kgf.
c. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan sudut   
puncak 120 derajat dan beban uji sebesar 150 kgf.

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap benda uji (speciment) yang berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.

d.  Uji kekerasan mikro
Pada pengujian ini identor nya menggunakan intan kasar yang di bentuk menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal panjang dan pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu material adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk idento yang khusus berupa knoop meberikan kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipisatau emngukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan.
Hardenability adalah sifat yang menentukan dalamnya daerah logam yang dapat dikeraskan. Pendinginan yang terlalu cepat dapat dihindarkan karena dapat menyebabkan permukaan logam (baja) retak..
Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan sebuah benda (benda kerja) terhadap penetrasi/daya tembus dari bahan lain yang kebih keras penetrator). Kekerasan meru-pakan suatu sifat dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh un-sur-unsur paduannya dan kekerasan suatu bahan tersebut dapat berubah bila dikerjakan dengan cold worked seperti pengerolan, penarikan, pemakanan dan lain-lain serta kekerasan dapat dicapai sesuai kebutuhan dengan perlakuan panas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan panas antara lain; Komposisi kimia, Langkah Perlakuan Panas, airan Pendinginan, Temperatur Pemanasan, dan lain-lain Proses hardening cukup banyak dipakai di Industri logam atau bengkel-bengkel logam lainnya.Alat-alat permesinan atau komponen mesin banyak yang harus dikeraskan supaya tahan terhadap tusukan atau tekanan dan gesekan dari logam lain, misalnya roda gigi, poros-poros dan lain-lain yang banyak dipakai pada benda bergerak. Dalam kegiatan produksi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produksi adalah merupakan masalah yang sangat sering dipertimbangkan dalam Industri dan selalu dicari upaya-upaya untuk mengoptimalkannya. Pengoptimalan ini dilakukan mengingat bahwa waktu (lamanya) menyelesaikan suatu produk adalah berpengaruh besar terhadap biaya produksi.
Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan dan fatigue limit/ strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada temperatur pemanasan (temperatur autenitising), holding time dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras banyak tergantung pada hardenability.
Langkah-langkah proses hardening adalah sebagai berikut :
  1. melakukan pemanasan (heating) untuk baja karbon tinggi  200-300 diatas Ac-1 pada diagram Fe-Fe3C, misalnya pemanasan sampai suhu 9200, tujuanya adalah untuk mendapatkan struktur Austenite, yang salah sifat Austenite adalah tidak stabil pada suhu di bawah
Ac-1,sehingga dapat ditentukan struktur yang diinginkan. Dibawah ini diagram Fe-Fe3C  dibawah ini :
  1. Penahanan suhu (holding), Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit dan diffusi karbon dan unsur paduannya.  Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai jenis baja:
  • Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah Yang mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang singkat, 5 – 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap sudah memadai.
  • Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah Dianjurkan menggunakan holding time 15 -25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja.
  • Low Alloy Tool Steel Memerlukan holding time yang tepat, agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per milimeter tebal benda, atau 10 sampai 30 menit.
  • High Alloy Chrome Steel Membutuhkan holding time yang paling panjang di antara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperatur pema-nasannya. Juga diperlukan kom-binasi temperatur dan holding time yang tepat. Biasanya dianjurkan menggunakan 0,5 menit permilimeter tebal benda dengan minimum 10 menit, maksimum 1 jam.
  • Hot-Work Tool Steel Mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut pada 10000 C. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir sangat besar, karena itu holding time harus dibatasi, 15-30 menit. High Speed Steel Memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi, 1200-13000C.Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir holding time diambil hanya beberapa menit saja. Misalkan kita ambil waktu holding adalah selama 15 menit pada suhu 8500 .
  1. Pendinginan. Untuk proses Hardening kita melakukan pendinginan secara cepat dengan menggunakan media air. Tujuanya adalah untuk mendapatkan struktur martensite, semakin banyak unsur karbon,maka struktur martensite yang terbentuk juga akan semakin banyak. Karena martensite terbentuk  dari fase Austenite yang didinginkan secara cepat. Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur tetragonal yang ruang kosong antar atomnya kecil,sehingga kekerasanya meningkat.
Proses pendinginan sendiri memiliki dua macam proses, yaitu :
1.  Proses pendinginan secara langsung
Proses ini dilakukan dengan cara logam yang sudah dipanaskan hingga suhu austenite dan setelah itu logam didinginkan dengan cara mencelupkan logam tersebut ke dalam media pendingin cair, seperti air, oli, air garam dan lain-lain.
Pada percobaan Jominy, kecepatan pendinginan tidak merata. Hal tersebut disebabkan karena hanya satu bagian/ujung (bagian bawah) dari benda uji diquench dengan semprotan air sehingga kecepatan pendinginan yang terjadi menurun sepanjang benda uji, dimulai dari ujung yang disemprot air.
Perlu dibedakan pengertian kekerasan dengan kemampukerasan. Kekerasan adalah kemampuan dari suatu material untuk menahan beban samapai deformasi plastis. Sedangkan kemampukerasan adalah kemampuan suatu material untuk dikeraskan.
Pada percobaan ini pelaksanaannya menggunakan dua metode, dimana cara pendinginan untuk ujung yang bawah dengan cara menyemprotkan air langsung yaitu quench sedangkan untuk ujung yang lain dilakukan dengan cara normalizing.
Pendinginan di ujung yang disemprot dengan air pendinginannya lebih cepat daripada ujung yang satunya karena bantuan udara/suhu ruangan. Jadi laju pendinginan terbesar terjadi di ujung benda uji yang disemprot air.
2. Proses pendinginan  secara tidak langsung
Proses ini dilakukan dengan cara, logam yang telah dipanaskan sampai dengan suhu austenite setelah itu logam didinginkan dengan cara menyemprotkan air pada salah satu ujung dari logam tersebut atau dengan cara didinginkan pada udara terbuka atau temperature kamar.
Adapun metode-metode pendinginan sebagai berikut :
  1. Quenching
Quenching merupakan suatu proses pendinginan yang termasuk pendinginan langsung. Pada proses ini benda uji dipanaskan sampai suhu austenite dan dipertahankan beberapa lama sehingga strukturnya seragam, setelah itu didinginkan dengan mengatur laju pendinginannya untuk mendapatkan sifat mekanis yang dikehendaki. Pemilihan temperature media pendingin dan laju pendingin pada proses quenching sangat penting, sebab apabila temperature terlalu tinggi atau pendinginan terlalu besar, maka akan menyebabkan permukaan logam menjadi retak.
Hasil quench hardening ->
  • menghasilkan produk yang keras tetapi getas
  • Menghasilkan tegangan sisa
  • Keuletan dan ketangguhan turun.  Fluida yang ideal untuk media quench agar diperoleh struktur martensit, harus bersifat:
  1. Mengambil panas dengan cepat didaerah temperatur yang tinggi.
  2. Mendinginkan benda kerja relatif lambat di daerah temperatur yang rendah, misalnya di bawah temperatur 350˚C agar distorsi atau retak dapat dicegah.
1.    Tempering
Tempering dimaksudkan untuk membuat baja yang telah dikeraskan agar lebih menjadi liat, yaitu dengan cara memanaskan kembali baja yang telah diquench pada temperature antara 3000F sampai dengan 12000F selama 30 sampai 60 menit, kemudian didinginkan dengan temperature kamar. Proses ini dapat menyebabkan kekerasan menjadi sedikit menurun tetapi kekuatan logam akan menjadi lebih kuat.
2.    Annealing
Proses ini dilakukan dengan memanaskan spesimen sampai di atas suhu transformasi, dimana keseluruhannya menjadi fasa austenite lalu didinginkan perlahan-lahan di dalam tungku. Pada proses annealing ini proses pendinginan secara perlahan-lahan sehingga tidak terdapat martensit
3.    Normalizing
Proses memanaskan baja sehingga seluruh fasa menjadi austenite dan didinginkan pada temperature suhu kamar, sehingga dihasilkan struktur normal dari perlit dan ferit.
Dapat disimpulkan bahwa dengan proses hardening pada baja karbon tinggi akan meningkatkan kekerasanya. Dengan meningkatnya kekerasan, maka efeknya terhadap kekuatan adalah sebagai berikut :
  • Kekuatan impact (impact strength) akan turun karena dengan meningkatnya kekerasan, maka tegangan dalamnya akan meningkat. Karena pada pengujian impact beban yang bekerja adalah beban geser dalam satu arah , maka tegangan dalam akan mengurangi kekuatan impact.
  • Kekuatan tarik (tensile sterngth) akan meningkat. Hal ini disebabkan karena pada pengujian tarik beban yang
bekerja adalah secara aksial yang berlawanan dengan arah dari tegangan dalam, sehingga dengan naiknya kekerasan akan meningkatkan kekuatan tarik dari suatu material.
Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah struktur mikro dan sifat mekanis logam disebut Perlakuan Panas ( Heat Treatment) . Pada pengujian Jominy ini kita melakukan proses pendinginan secara langsungkarena pendinginan dilakukan dengan cara menyemprotkan logam dengan air pada salah satu ujungnya.
Pada proses ini kita sebaiknya menghindari laju pendinginan yang cepat karena, pada prose pendinginan cepat akan mengakibatkan benda uji akan mengalami retak-retak, sedangkan pada laju pendinginan yang lambat benda uji yang dihasilkan akan memiliki tingkat kekerasan yang tinggi dan keuletan yang baik.


Logam yang didinginkan dengan kecepatan yang berbeda-beda misalnya dengan media pendingin yang berbeda, air, udara atau minyak  akan mengalami perubahan struktur mikro yang berbeda. Setiap struktur mikro misalnya fasa martensit, bainit, ferit dan  perlit merupakan hasil transformasi fasa dari fasa austenit. Masing-masing fasa tersebut terjadi dengan kondisi pendinginan yang berbeda-beda dimana  untuk setiap paduan bahan dapat dilihat pada diagram Continous Cooling Transformation (CCT) dan Time Temperature Transformation (TTT) diagram. Masing-masing fasa  di atas mempunyai nilai kekerasan yang berbeda. Dengan pengujian Jominy maka dapat diketahui laju pendinginan yang berbeda akan menghasilkan kekerasan bahan yang berbeda.  Pada percobaan Jominy ini , mampu keras dari suatu baja yang sama akan bervariasi  karena dipengaruhi oleh komposisinya, dimana komposisi tersebut merupakan komposisi kimia dan terdapat ukuran-ukuran dari setiap benda uji atau spesimen. Spesimen yang biasa digunakan dalam percobaan Jominy test ini adalah baja karbon. Pada baja,pendinginan yang cepat dari fasa austenit menghasilkan fasa martensit yang tinggi kekerasannya. Untuk pendinginan lambat akan mendapatkan struktur Laju pendinginan bergantung pada media pendinginnya juga. Adapun media pendingin adalah sebagai berikut :
– Brine (air + 10 % garam dapur)
– Air
  • Sangat umum digunakan sebagai quenching, dan juga mudah diperoleh sehingga tidak ada
kesulitan dalam pengambilan dan penyimpanan.
  • Panas jenis dan konduktivitas termal tinggi, sehingga kemampuan mendinginkannya tinggi.
  • Dapat mengakibatkan distorsi
  • Digunakan untuk benda−benda kerja yang simetris dan sederhana
– Salt bath, merupakan campuran nitrat dan nitrit (NaNO3 dan NaNO2)
– Larutan minyak dalam air
– Udara dimana pendinginan dilakukan dengan menyemprotkan udara bertekanan ke benda kerja
–Oli
  • Banyak digunakan
  • Laju pendinginan lebih lambat dibandingkan air
  • Konduktivitas termal, panas laten penguapan rendah
  • Viskositas tinggi, laju pendinginan menjadi rendah(pendinginan lambat)
  • Viskositas yang rendah menyebabkan laju pendinginan tinggi dan menjadi mudah terbakar.
Metode hardening selain Jominy test adalah Grossman test. Hardenability suatu baja diukur oleh diamater suatu baja yang struktur mikro tepat di intinya adalah 50 % martensite setelah dilakukan proses hardening dengan pendinginan tertentu. Baja berbentuk silinder (panjang min 5xD) dengan variasi diameter dilakukan pengerasan dengan media pendingin tertentu. Hasil pengersan diuji metallography dan kekerasan, diameter baja tersebut yang intinya tepat 50 % martensite dianyatakan sebagai diameter kritis (Do), pada suatu laju pendinginan tertentu Laju pendinginan dinyatakan dengan koefisien of severity (H). Karena harga Do masih tergantung dengan laju pendinginan  tertentu maka dirumuskan Harga diameter baja tersebut (50% martensite) dengan pendinginan Ideal (H=tak Hingga) yang disebut sebagai diameter ideal (Di).















BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat yang digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1.      Mesin uji kekerasan Rockwell dengan satu set perlengkapannya.
2.      Indentor berbentuk intan dan Indentol Bola.
3.      Mesin heat treatment
4.      Wadah / tempat
3.1.1. Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
    1. Baja ST45, ST60, ST80, Amutit

3.2. Prosedur Percobaaan
Percobaaan 1
  1. Mempersiapkan benda uji yaitu baja ST45, ST60, ST80, Amutit.
  2. Amplas permukaan benda uji yang akan di uji.
  3. Memasang indentor intan  dan meletakan benda uji  pada posisi yang benar.
  4. Mengatur posisi nyala lampu  pada mesin Rockwel seperti nyala lampu pada saat dipasang indentor intan.
  5. Melakukan proses pengujian
  6. Mencatat nilai kekerasan pada 3 titik dan dihitung nilai rata-ratanya.
  7. Melakukan pembahasan dan menarik kesimpulan.



Percobaan 2
1.    Mempersiapkan benda uji yaitu baja ST45, ST60, ST80, Amutit yang sudah di catat kekerasannya kemudian di kikir sampai rata, lalu siap kan mesin heat treatment untuk memanaskan baja tsb.
2.    Panaskan baja tsb pada mesin heat treatment sampai bersuhu 9200C.
3.    Setelah itu pasahkan baja tsb untuk diproses pendinginannya yang berbeda, yaitu dengan media pendinginan berupa air, oli, larutan NaCl. Setelah kering.
4.    Amplas permukaan benda uji yang akan di uji.
5.    Memasang indentor intan  dan meletakan benda uji  pada posisi yang benar.
6.    Mengatur posisi nyala lampu  pada mesin Rockwel seperti nyala lampu pada saat dipasang indentor intan.
7.    Melakukan proses pengujian
8.    Mencatat nilai kekerasan pada 3 titik dan dihitung nilai rata-ratanya.
9.    Melakukan pembahasan dan menarik kesimpulan.










BAB IV
DATA PERCOBAAN
4.1 Data Percobaan
SEBELUM HARDENING
No
Bahan / Media
Sebelum Heatreatman (HRB)
Percobaan
1
2
3
Rata-rata
1
ST37
Water



75,2
2
ST60
Lar NaCl



92,6
3
ST80
water



79,5
4
Amutit
Oli



93,2
SEBELUM HARDENING
No
Bahan / Media
Sebelum Heatreatman (HRB)
Percobaan
1
2
3
Rata-rata
5
ST37
Lar NaCl



77,63
6
ST60
Water



88,6
7
ST80
Oli



84,46
8
Amutit
Water
93,8
92,9
91,6
92,76

HARDENING
No
Bahan / Media
Sesudah Heatreatman (HRC)
Percobaan
1
2
3
Rata-rata
1
ST37
Water



24,9
2
ST60
Lar NaCl



49,4
3
ST80
water



58,1
4
Amutit
Oli



88,1
HARDENING
No
Bahan / Media
Sesudah Heatreatman (HRC)
Percobaan
1
2
3
Rata-rata
5
ST37
Lar NaCl



41,7
6
ST60
Water



86,46
7
ST80
Oli



55,86
8
Amutit
Water
91,6
93,7
93,5
92,93


TEMPERING
No
Bahan / Media
Sesudah Heatreatman (HRC)
Percobaan
1
2
3
Rata-rata
1
ST37
Water




2
ST60
Lar NaCl




3
ST80
water




4
Amutit
Oli




TEMPERING
No
Bahan / Media
Sesudah Heatreatman (HRC)
Percobaan
1
2
3
Rata-rata
5
ST37
Lar NaCl
27,9
27,4
26,6
27,3
6
ST60
Water
63,0
77,4
77,5
72,6
7
ST80
Oli
55,8
57,4
55,4
56,2
8
Amutit
Water
87,3
86,7
87,5
87,1


NORMALIZING
No
Bahan / Media
Sebelum Heatreatman (HRC)
Percobaan
1
2
3
Rata-rata
1
ST37
Water




2
ST60
Lar NaCl




3
ST80
water




4
Amutit
Oli




NORMALIZING
No
Bahan / Media
Sebelum Heatreatman (HRC)
Percobaan
1
2
3
Rata-rata
5
ST37
Lar NaCl
63,8
65,8
66,2
65,2
6
ST60
Water
90,1
92,5
92,5
91,7
7
ST80
Oli
89,7
88,5
89,0
89.0
8
Amutit
Water
63,1
63,7
63,1
63,3
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan Data
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan untuk pengujian Ke-1, material Amutit yang sudah mengalami tretmen dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell dengan indentor intan. Pengujian dilakukan pada tiga titik kemudian didapatkan rata-rata hasil kekerasan yaitu 71.2 HRD untuk proses pendinginannya dengan media oli, 72.2 HRD untuk proses pendinginannya dengan media air.
percobaan Ke-2, material ST45 yang sudah mengalami tretmen dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell dengan indentor intan. Pengujian dilakukan pada tiga titik kemudian didapatkan rata-rata hasil kekerasan yaitu 49.8 HRD untuk proses pendinginannya dengan media oli, 62.0 HRD untuk proses pendinginannya dengan media air.
percobaan Ke-3, material ST60 yang sudah mengalami tretmen dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell dengan indentor intan. Pengujian dilakukan pada tiga titik kemudian didapatkan rata-rata hasil kekerasan yaitu 35.3 HRD untuk proses pendinginannya dengan media oli, 59.4 HRD untuk proses pendinginannya dengan media air.
percobaan Ke-4, material ST80 yang sudah mengalami tretmen dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell dengan indentor intan. Pengujian dilakukan pada tiga titik kemudian didapatkan rata-rata hasil kekerasan yaitu 47.0 HRD untuk proses pendinginannya dengan media oli, 54.7 HRD untuk proses pendinginannya dengan media air.




BAB VI
KESIMPULAN dan SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yairu:
    1. Baja yang sudah mengalami proses heat treatment menjadi keras dari baja yang belum di heat treatment.
    2. Media pendinginan yang berupa air dan oli mempunyai kekerasan yang berbeda-beda.
    3. Temperature pemanasan, laju pendinginan, komposis kimia, kondisi permukaan, ukuran dan berat benda kerja  juga berpengaruh pada proses heat treatment.
    4. Pendinginan yang cepat seperti menggunakan media air maka baja tsb akan keras dan getas, sedangkan proses pendinginan yang lambat akan mengakibatkan baja menjadi ulet dan liat.
    5. Laju proses pendinginan air lebih cepat dari pada oli.
    6. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan bahwa dari kekerasan besi satu dengan yang lainnya mempunyai kekerasan yang berbeda-beda karena dalam struktur yang di kandung dalam logam berbeda-beda.

6.2 Saran
ü  Dalam praktek ini diperlukan kehati-hatian dalam menjalankannya, dan utamakan keselamatan.



Daftar Pustaka
Chandra, Dewi dan Estuti Budimulyani.2003.Pengetahuan Bahan Teknik.Politeknik Negeri Jakarta
www.yahoo.com